Search

Mempererat Ikatan Keluarga dari Meja Makan

Makan bersama keluarga terbukti memberikan asupan nutrisi yang baik kepada anak–anak.

“Kenapa keluarga masa kini sangat mudah dipecah-belah, kenakalan remaja, pornografi, narkoba meningkat, dan terjadi perceraian di sana-sini? Semua ini terjadi karena kurangnya komunikasi dan waktu bincang-bincang di keluarga, bahkan untuk sekadar makan bareng” (Roslina Verauli, Psikolog).

Kita berada di era revolusi industri 4.0. Revolusi Industri 4.0 menjadi harapan sekaligus tantangan bagi keluarga di Indonesia. Keluarga kini dituntut untuk beradaptasi dengan kemajuan teknologi yang semakin berkembang dan mempengaruhi kehidupan setiap anggotanya secara struktural maupun kultural.

Era Industri 4.0 ditandai dengan aktivitas dan mobilitas setiap anggota keluarga yang tinggi yang menyebabkan waktu berkumpul bersama keluarga semakin terbatas bahkan hampir tidak ada. Padahal para pakar menyebutkan waktu bersama keluarga adalah adalah dasar untuk membentuk keeratan dan keluarga harmonis.

Keluarga yang harmonis, damai penuh cinta kasih dan rasa keamanan merupakan wahana yang baik bagi pertumbahan dan perkembangan anak termasuk perkembangan psikologi. Sebaliknya, penelitian menunjukan anak yang tumbuh dari keluarga yang kacau, rapuh, tidak terdapat rasa aman, anak cenderung memiliki rasa empati, toleransi yang kurang dan anak bersifat agresif.

Di tengah-tengah mobilitas orang tua yang tinggi, ada semangat untuk mengatur waktu bersama agar keharmonisan keluarga tetap terjaga. Namun, karena tuntutan pekerjaan semangat hanya tinggal semangat. Peran dan fungsi orang tua tidak optimal.

Peran ayah dan ibu sebagai instruktur, pendamping anak-anaknya tidak berjalan maksimal. Ayah dan ibu sebagai panutan gagal ditunjukkan. Pada saat berkumpul sebagai besar waktu dihabiskan di depan layar TV atau ponsel pintar masing-masing. Anak terlalu asyik berselancar di dunia maya mencari hiburan, begitu pula dengan anggota keluarga lainnya.

Lantas bagaimana mengatasinya? Apakah cukup lewat emotikon, emoji, dan video call? Teknologi yang semakin canggih telah menghubungkan antar-individu secara real time dan tidak terkendala jarak dan waktu. Kita bisa menelepon, menuliskan pesan teks, mengirim email, teleconference, bahkan berkomunikasi visual dengan Skype. Semua ini membuat kita semakin merasa bahwa berkomunikasi dengan peralatan modern ini sudah "cukup" sehingga melupakan pembicaraan yang benar-benar tatap muka secara fisik.

Seorang pengamat keluarga pernah menyatakan bahwa interaksi yang paling intensif terjadi bila orang saling menyentuh. Meskipun teknologi informasi menawarkan banyak peranti canggih, tetapi tidak sampai memenuhi esensi kebutuhan orang akan komunikasi: adanya sentuhan fisik dan emosi yang hanya didapat jika bertatap muka, berada dalam satu waktu dan ruang yang sama. Sentuhan fisik dan ekspresi emosi tidak bisa diketik atau diwakilkan dengan emotikon, emoji, bahkan video call sekalipun.  

Saat ini, terkikisnya budaya berkumpul dan makan bersama sudah mengkhawatirkan. Mari kita mengingat lagi, kapan kita terakhir melakukan aktivitas bersama keluarga, atau setidaknya meluangkan sedikit waktu, pikiran, emosi bersama keluarga dengan mengesampingkan hal lainnya (family time)?

Sebuah studi yang dilakukan pada 2015 lalu menunjukkan bahwa budaya berkumpul dan makan bersama keluarga sudah mulai terkikis (Ibrahim, dalam Triananda, 2015). Sebanyak 20 persen dari 1.165 responden mengaku jarang makan bersama keluarga di rumah.

Lima dari 10 pria mengaku tak punya waktu untuk makan bersama keluarga di rumah karena terlalu sibuk. Alasan serupa ditemui pada responden remaja. Sekitar 26 persen responden remaja mengaku sibuk dan bosan dengan menu yang disajikan menjadi alasan mereka enggan makan di rumah bersama keluarga.

Let's block ads! (Why?)

from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2YFtXc9

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Mempererat Ikatan Keluarga dari Meja Makan"

Post a Comment

Powered by Blogger.