REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada masa kejayaan Islam, Istanbul adalah ibu kota Kesultanan Turki Usmani. Sebelumnya, kota ini bernama Konstantinopel yang merupakan ibu kota Kekaisaran Bizantium.
Pada masa jayanya, Bizantium adalah negara adidaya yang hanya dapat disaingi oleh Persia. Konstantinopel bertahan selama seribu tahun sebagai ibu kota Bizantium sampai akhirnya Turki Usmani merebutnya pada 1453 M dan menjadikannya sebagai pusat pemerintahan.
Di bawah Turki Usmani, Konstantinopel yang kemudian berubah nama menjadi Istanbul dibangun hingga menjadi salah satu pusat peradaban dunia. Kekuasaannya meliputi wilayah yang sangat luas, yakni Eropa Timur, Timur Tengah, hingga Afrika Utara.
Selain berhasil meluaskan wilayah, Turki Usmani pun menorehkan kemajuan di bidang arsitektur. Banyak masjid dan istana megah dibangun. Dibangun pula pasar, rumah sakit, sekolah, dan sarana-sarana penting lainnya.
Di antara masjid-masjid megah yang dibangun Turki Usmani adalah Masjid Sultan Muhammad al-Fatih, Masjid Biru atau Masjid Sultan Ahmad, dan Masjid Raya Sulaiman. Lantas, bagaimana dengan istana-istananya? Mari satu per satu kita jelajahi.
Istana Topkapi
Ke Istanbul tanpa menyambangi Istana Topkapi? Ah… tentu sangat tidak afdal. Sebab, istana indah ini merupakan salah satu objek wisata utama di Istanbul. Istana ini terletak persis di tepi pantai pada titik pertemuan antara Selat Bosphorus, Tanjung Tanduk Emas (Golden Horn), dan Laut Marmara.
Dalam Ensiklopedia Peradaban Islam terbitan Tazkia Publishing disebutkan, istana yang sekarang menjadi museum itu merupakan kediaman resmi dan pusat Pemerintahan Turki Usmani selama kurang lebih 400 tahun.
Istana ini merupakan sebuah kompleks yang terdiri atas empat halaman utama yang dilengkapi dengan beberapa bangunan yang lebih kecil. Selama menjadi kediaman keluarga kerajaan, Istana Topkapi adalah rumah bagi sekitar 4.000 penghuninya.
Berdiri di atas lahan seluas 700 ribu meter persegi dan dikelilingi oleh tembok sepanjang lima kilometer, istana ini bisa disebut sebagai karya terbesar Turki Usmani di ranah arsitektur. Istana yang mulai dibangun pada 1453 oleh Sultan Muhammad II ini mengusung gaya arsitektur khas Turki dengan taman-taman indah yang menghubungkan bangunan satu dengan lainnya. Sementara, bagian interiornya banyak dihiasi kaligrafi Alquran dan unsur dekorasi lainnya yang berasal dari berbagai penjuru dunia.
Istana Dolmabahce
Dibangun pada rentang waktu 1843-1856, istana ini berdiri megah di tempat yang strategis. Ia berhadapan langsung dengan Selat Bhosporus. Dari atas kapal laut yang berlayar di perairan Bhosporus, kita dapat melihat kemegahan istana itu dari kejauhan.
Desain istana ini merupakan perpaduan antara baroque, rococo, dan neoklasik dengan gaya tradisional arsitektur Turki Usmani. Karena itu, Istana Dolmabahce merupakan sintesis baru dari perkembangan arsitektur.
Dolmabahce yang terdiri atas dua suku kata, “dolma” yang artinya penuh dan “bahce” yang berarti taman, dibangun oleh Sultan Abdul Majid I yang memerintah pada 1839 M- 1861 M. Ia membangun istana ini untuk menggantikan Istana Topkapi yang dianggap sudah tidak memadai dan kurang mewah sebagai tempat tinggal keluarga kerajaan.
Dari sejumlah istana yang terdapat di Istanbul, bahkan di seluruh Turki, Istana Dolmabahce merupakan yang terbesar, mengingat istana ini menempati lahan seluas 45 ribu meter persegi. Pembangunan istana ini menghabiskan dana yang sangat besar, yakni lima juta pound emas Usmani atau setara dengan 35 ton emas.
Sultan Abdul Majid I menunjuk Haci Said Aga, arsitek terkemuka pada masa itu, sebagai penanggung jawab konstruksi. Sedangkan, pelaksanaan pembangunannya dipercayakan kepada arsitek Garabet Balyan.
Istana Yildiz
Jika Istana Topkapi dan Dolmabahce berada di tepi Selat Bosphorus, tak demikian halnya dengan Istana Yildiz. Ia menempati areal di sebuah hutan alam. Cikal bakal istana ini mulai dibangun pada masa Sultan Ahmad I (1603-1617).
Setelah dilengkapi berbagai fasilitas, keluarga kerajaan kerap berlibur di sini. Rumah besar sebagai tempat menginap keluarga kerajaan baru dibangun pada masa pemerintahan Sultan ‘Abd al-Majid I (1839-1861) dan dilanjutkan pada masa Sultan ‘Abd al-‘Aziz (1861-1876).
Pada akhir abad ke-19, seperti disebutkan dalam Ensiklopedia Peradaban Islam, Sultan ‘Abd al-Hamid II meninggalkan Istana Dolmabahce dan tinggal di Istana Yildiz. Kepindahan ini disebabkan oleh kekhawatiran sang Sultan akan serangan musuh-musuh Turki Usmani yang muncul dari arah lautan.
Setelah menempati Istana Yildiz, Sultan ‘Abd al-Hamid II merenovasi dan memperbesar istana ini. Untuk pekerjaan ini, ia memercayakan kepada arsitek Italia, Raimondo D’Aronco. Sejak renovasi itulah, Istana Yildiz bisa disejajarkan dengan istana-istana Turki Usmani lainnya, seperti Istana Topkapi dan Dolmabahce.
from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2Cl1MIlBagikan Berita Ini
0 Response to "Istana Megah Peninggalan Turki Utsmani"
Post a Comment