REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penulis Muslim abad ke-19, al-Jahiz, mengklaim orang Arab telah akrab dengan penggunaan minyak bumi sebagai zat pembakar sejak tahun 600. Di Byzantium aspal digunakan pertama kali dalam pertempuran laut di Cyzicus pada 675.
Kemajuan dalam ilmu militer menginformasikan bahwa pada pertengahan abad ke-9, pasukan Muslim menggunakan sebagian besar senjata dari minyak bumi yang mudah terbakar. Ini adalah hasil terobosan teknologi menakjubkan, yakni distilasi atau penyulingan.
Distilasi mungkin merupakan sebuah metode primitif pemurnian aspal asal Babilonia. Ali bin al-Abbas al-Majusi pada 950 mengatakan, aspal dibakar hingga mendidih dalam ketel sehingga minyak cair bisa diperoleh. Ilmuwan Mesir al-Mas’udi yang hidup sezaman dengan al-Majusi menggunakan teknik retak modern. Dia menggunakan dua tabung yang dipisahkan oleh saringan.
Tabung atas yang berisi aspal dipanaskan. Minyak yang dihasilkan menetes melalui saringan ke dalam tabung di bawahnya yang berisi pasir basah. Metode lain yang diciptakan kaum Muslim adalah teknik distilasi canggih yang disebut taqtir.
Mereka menggunakan kolom gelas panjang ditutup dengan kondensor berpendingin air. Alat ini disebut al-Anbiq. Tepatnya kapan al-Anbiq digunakan pertama kali belum dapat dipastikan. Tapi, al-Razi melakukan penyulingan minyak zaitun menggunakan al-Anbiq pada 850.
Kemajuan metode penyulingan minyak bumi oleh ilmuwan Muslim mencapai masa kejayaannya pada abad ke-12. Industri penyulingan berkembang pesat, terutama di Damaskus. Pada saat itu, tentu saja penggunaan produk minyak bumi bervariasi. Di jalan paving, misalnya, insinyur Muslim menggunakan campuran pasir dan aspal yang mereka sebut ghir di Irak.
from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2OdDhyyBagikan Berita Ini
0 Response to "Aspal di Dunia Islam"
Post a Comment