REPUBLIKA.CO.ID, Program undangan Pemerintah Kerajaaan Arab Saudi pada umat Islam sedunia untuk men jadi tamu Allah selama musim haji, berlangsung sejak lama. Saya termasuk yang beruntung mendapat kesempatan menunaikan ibadah haji atas undangan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
Peristiwa bersejarah dalam hidup saya itu terjadi pada September 1974. Setelah selesai meliput kegiatan Presiden Soeharto, saya mendapat telepon dari Departemen Sosial (Kementerian Sosial).
Pak Bustaman, seorang staf menteri sosial saat itu, memberi tahu bahwa saya ditunjuk untuk melaksanakan ibadah haji. "Anda ditunjuk oleh Menteri Sosial HMS Mintaredja SH, kata Pak Bustaman," dari ujung telepon.
Karuan saja, pemberitahuan ini membuat hati saya berbinar-binar. Saya merasa, doa saya ketika umrah tahun 1973 dikabulkan Allah.
Musim haji 1974, berlangsung antara November dan Desember. Waktu itu, perjalanan haji dengan menggunakan pesawat udara, baru berlangsung sekitar dua tahun. Sebelumnya, perjalanan haji ha rus menggunakan kapal laut sehingga harus menempuh perjalanan berbulan-bulan. Waktu itu, ongkos naik haji (ONH) sebesar Rp 750 ribu dengan tambahan Rp 7.500 untuk Badan Amil Zakat.
Seingat saya, penerbangan dari Bandara Halim Perdanakusumah memerlukan waktu 11 jam dengan transit di bandara negara Uni Emirat Arab. Karena masuk dalam kloter awal, saya dan rombongan waktu itu langsung ke Madinah. Namun, di kota ini saya tidak bisa melaksanakan ibadah Arbain karena baru dua hari berada di kota ini sudah diajak seorang sahabat pergi ke luar kota.
Sahabat saya ini seorang staf KBRI di Damaskus, Suriah. Dia dengan didampingi istrinya bertolak dari Suriah ke Madinah dengan menggunakan mobil sendiri. Saat bertemu dengan saya, dia mengajak saya ke Jeddah ke rumah pamannya. Selama di Jeddah, saya mampir ke KBRI setempat. Saat itulah, nasib baik menghampiri saya.
Atase Pers KBRI di Arab Saudi, Pak Arifin, mena war kan saya untuk menjadi tamu negara. Tiap tahun, Kerajaan Arab Saudi memang mengundang dua wartawan dari negara-negara sahabat untuk berhaji sebagai tamu negara. Tentu saja, saya tidak melewatkan kesempatan ini.
Karena menjadi tamu kerajaan, saya mendapat fasilitas sangat istimewa. Untuk perjalanan saya selama di Tanah Suci, disediakan kendaraan Chevrolet tahun 1973 dan tinggal di Hotel Kandara, hotel terbaik di Jeddah kala itu.
Tiap pagi mobil siap membawa saya ke Makkah pulang-pergi. Dalam setiap acara, saya bergabung dengan wartawan-wartawan dari berbagai negara, termasuk dari Palestina. Dia mendapat perhatian pemerintah berbagai negara karena negara-negara Arab saat itu masih kompak membantu Palestina dalam menghadapi Israel.
Sebagai tamu negara, saat melaksanakan ibadah haji, kami mendapat perlakuan khusus. Saat melaksanakan wukuf di Arafah, rombongan wartawan undangan kerajaan ditempatkan di tenda khusus. Kami berdoa dan membaca talbiyah dan bacaan-bacaan lainnya yang dibimbing seorang ulama dari Arab Saudi.
Di Mina, kami diundang menghadiri resepsi yang diselenggarakan oleh Raja Faisal untuk tokoh dan pemimpin Islam dari mancanegara. Resepsi berlangsung malam hari dan makanan yang dihidangkan sangat beragam, termasuk kambing guling.
Dalam pidatonya saat itu, Raja Faisal mengutuk keras aksi zionis Israel dan mengajak umat Islam bersatu melawan aksi tersebut.
Para tamu mancanegara ini diberi kesempatan untuk bersalaman dengan Raja Faisal. Saya juga termasuk yang beruntung karena bisa bersalaman. Sayangnya, tidak ada yang memfotonya sehingga saya tidak punya dokumentasi kejadian langka tersebut.
from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2YMsO6dBagikan Berita Ini
0 Response to "Begini Rasanya Menjadi Tamu Raja Arab Saudi"
Post a Comment