Search

Adil kepada Lawan

Islam mengajarkan umatnya berfikir objektif.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Andi Ryansyah *)

Turut prihatin melihat standar kebenaran dua kubu yang saling benci. Betapa penyakit kebencian ini sungguh berbahaya. Karena mengancam umat manusia menjadi bodoh dan tidak adil kepada sesama. Menganggap benar sebuah informasi jika menguntungkan kawannya dan merugikan lawannya, tapi mencampakkannya manakala informasi itu menguntungkan lawannya dan merugikan kawannya.

"Menghabisi” lawannya yang salah, tapi mencari pembenaran kalau kawannya salah. Mempercayai kebenaran kawannya, tapi menganggap dusta kebenaran lawannya. Standar kebenaran sudah bukan benar-salah lagi. Tapi untung-rugi, kawan-lawan, dan suka-tidak suka. Bukan melihat apa yang disampaikan, tapi siapa yang menyampaikan. Tidak objektif!

Islam telah mengajarkan kepada kita untuk berpikir objektif. "Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil," begitu kata Allah di surat Al-Maidah ayat delapan. Betapapun kita tidak suka dengan lawan, tapi ketika mereka berbuat benar, maka tak boleh disalahkan. Menjadi zhalim dan berdosa bila kita menyalahkannya.

Adil sejak dalam pikiran –meminjam kata-kata sastrawan Pramoedya Ananta Toer– ini sebenarnya sudah dicontohkan oleh Nabi kita, Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam jauh sebelum Pram lahir. Ceritanya kala itu, seorang wanita Bani Makhzum –salah satu kelompok yang terpandang dari suku Quraisy– ketahuan mencuri. Tak mau malu dan aibnya terbuka, para pemuka Bani Makhzum meminta bantuan Usamah bin Zaid yang tergolong dekat dengan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, agar melobi beliau shallallahu 'alaihi wasallam, supaya si wanita tidak dihukum.

Usamah mau membantu mereka. Tapi lobi Usamah sia-sia. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam langsung mengingatkan sahabatnya ini. "Apakah kamu mau menyuap soal hukum dari undang-undang Allah?" Sadar akan kesalahannya, Usamah meminta maaf kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

Menjelang sore hari, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkhutbah di depan para sahabatnya dan memberi peringatan keras. “Sesungguhnya telah membinasakan umat sebelum kalian, ketika di antara orang-orang terpandang yang mencuri, mereka dibiarkan (tidak dikenakan hukuman). Namun ketika orang-orang lemah yang mencuri, mereka dihukum. Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kemudian memerintahkan untuk memotong tangan wanita Bani Makhzum tadi. Setelah menjalani hukuman, wanita itu akhirnya bertaubat.

Dari sini kita melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak membenarkan perbuatan salah seseorang, sekalipun sahabatnya sendiri. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan tegas menegur Usamah. Jadi kalau ada kawan kita yang berbuat salah, lalu kita mencari pembenaran untuknya, maka sama saja tidak mencontoh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

Kemudian kita juga melihat bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak pandang bulu dalam menghukum, sekalipun kepada suku terpandang dan anaknya sendiri yang dicintainya. Jadi kalau kawan atau keluarga kita bersalah karena melanggar hukum, maka ia harus dihukum. Bukan malah dibela. Membelanya sama saja tidak meneladani Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

Selain Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, Khalifah Ali bin Abi Thalib dan hakim Syuraih bin al-Harits juga mencontohkan kepada kita untuk berlaku adil. Ceritanya kala itu, Ali merasa baju besinya berpindah tangan ke seorang Yahudi. Walau ia seorang penguasa, ia tak langsung mengambil paksa baju besi itu. Ia bawa perkara itu ke pengadilan.

Di pengadilan, ternyata hakim Syuraih memenangkan sang Yahudi. Padahal, baju besi itu sebenarnya punya Ali. Ali kalah sebab tidak bisa menunjukkan bukti yang kuat, dan kesaksian putranya, Hasan, ditolak kerena senasab.

Ia sempat protes mengapa anaknya yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah tidak diterima kesaksiannya. Syuraih dengan tegas mengutip Surah al-Maidah ayat delapan, “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu berbuat tidak adil."

Ali akhirnya menerima vonis sang hakim. Ia bangga dengan sikap adil Syuraih. Ia juga mengikhlaskan baju besi kesayangannya itu menjadi milik sang Yahudi. Sang Yahudi ini kagum dengan sikap Ali dan hakim Syuraih. Sehingga ia memeluk Islam. Subhanallah!

Sikap adil mengantarkan hidayah untuknya. Jadi sama sekali tidak rugi kalau kita berbuat adil kepada lawan. Malah untung. Lawan pun jadi menyegani kita.

Contoh sosok adil lainnya bisa kita lihat pada seorang pemikir Muslim Indonesia yang bernama Deliar Noer. Deliar yang sejak muda sangat menentang aliran “kiri”, tetapi pernah tampil sebagai saksi yang meringankan para pemuda pendukung partai yang dituduh kiri. Sikap adil Deliar lainnya ditunjukkan ketika pada awal kariernya sebagai ilmuwan, ia menolak kesaksian Sarekat Islam lebih tua dari Budi Utomo. Sebab ia tidak punya bukti yang kuat.

Hal itu diceritakan sejarawan Taufik Abdullah di majalah Tempo terbitan 29 Juni 2008. Taufik terkesan dengan kejujuran Deliar Noer.

"Tak ada kebencian yang membuatnya mengatakan 'salah' terhadap perbuatan yang pada hakikatnya 'benar', dan tak ada keakraban yang menyebabkannya mengatakan 'benar' pada sesuatu yang 'salah'," kenangnya.

Apakah sikap adil Khalifah Ali dan hakim Syuraih kepada lawannya, sang Yahudi tadi, menunjukkan keduanya pro Yahudi? Siapa yang berani bilang begitu? Apakah sikap adil Deliar Noer kepada lawannya, si para pemuda pendukung partai yang dituduh kiri tadi, menunjukkan ia pro kiri? Menurut saya tidak!

Adil kepada lawan tak berarti jadi pendukung lawan atau memusuhi kawan. Kita tetap harus menyalahkan perbuatan salah lawan, tapi ketika lawan benar, juga harus dibenarkan. Jadi tidak ada yang salah dengan sikap adil kepada lawan. Jangan ragu dan takut menunjukkannya!

Let's block ads! (Why?)

from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2RGspKR

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Adil kepada Lawan"

Post a Comment

Powered by Blogger.