REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar pendidikan sekaligus Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Prof Arief Rachman menyebut, mayoritas guru di Indonesia masih terjebak dalam menyelesaikan kurikulum. Sehingga para guru cenderung menjadi sekadar pengajar bukan pendidik.
"Sebagai guru kita itu harus mendidik siswanya. Guru memiliki kewajiban juga untuk menyentuh kekuatan empati, sosial, bukan hanya kemampuan otak siswa saja," kata Prof Arief pada acara Lokakarya Nasional dalam Rangka Memperingati Hari Guru se-Dunia 2018 di Gedung A Kemendikbud, Selasa (2/10).
Untuk itu, Arief menekankan pentingnya konsistensi dari pelaksanaan pendidikan. Maksudnya, semua komponen pendidikan harus terlayani oleh guru mulai dari memperkuat kemampuan hati, perasaan, kekuatan sosial, lalu otak dan jasmani peserta didik.
"Untuk mengembangkannya bisa kita arahkan agar anak mau bergabung ekstrakulikuler seperti pramuka lalu persatuan gereja, remaja mesjid dan lainnya," jelas Arief.
Selain itu yang perlu dipahami, lanjut dia, bahwa pendidikan itu adalah usaha terencana untuk membuat perubahan. Lalu upaya yang terencana itu juga harus diimplementasikan dengan optimal. Sehingga mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.
"Sekarang banyak sekali suasana pendidikan yang belum membuat anak itu senang termotivasi, membaca dan memperluas pengetahuannya sendiri di sekolah jadi harus ada peubahan," kata dia.
Salah satu solusinya, jelas Arief, yaitu dengan memperkuat pendidikan karakter kepada siswa. Pendidikan karakter itu misalnya mendidik bagaimana anak bisa memilah mana yang baik dan mana yang buruk, bukan mana yang salah dan benar.
"Kalau baik dan buruk itu kan anak diajarkan mana yang patut dan tidak patut," ucap Arief.
from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2xRhs1gBagikan Berita Ini
0 Response to "Pengamat: Banyak Guru Masih Terjebak Kurikulum"
Post a Comment