Search

Membaca Tanda-Tanda Politik 'Dua Kaki' Demokrat

Partai Demokrat memberikan dispensasi kader di daerah mendukung Jokowi-Ma'ruf.

REPUBLIKA.CO.ID, Gubernur Papua Lukas Enembe melontarkan pernyataan mengejurkan seusai dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Kamis pekan lalu. Ia menegaskan, akan mendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf pada Pilpres 2019.

Sikap Lukas ini jelas bertentangan dengan pilihan Partai Demokrat yang merapat ke kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Ketua DPD Partai Demokrat itu menyatakan, siap mengamankan lebih dari tiga ribu suara untuk pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019, meski partainya secara resmi mendukung Prabowo-Sandi.

"Jokowi itu harga mati 100 persen. Kita akan bungkus suara untuk Jokowi tidak ada yang lain, untuk seluruh rakyat Papua, catat itu," kata Lukas, seusai pelantikan.

Menurut dia, pilihan politik merupakan hak masing-masing dan tak berkaitan dengan keputusan partai. "Tidak urusan, tidak urusan partai," tambahnya.

Lukas Enembe pun mengaku siap menerima sanksi dari partainya karena perbedaan politik yang dipilihnya. "Sanksi, sanksi silakan saja," kata dia.

Setelah pernyataan sikap politik Lukas itu, para elite Partai Demokrat di Jakarta pun segera memberikan tanggapan. Namun, responsnya bukan seperti yang diterima Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB), yang terancam mendapatkan sanksi setelah resmi mendukung Jokowi.

DPP Partai Demokrat mempertimbangkan memberikan perlakuan khusus terhadap kader-kader mereka di Papua. Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat Andi Arief menyatakan, perlakuan khusus itu pun juga dilakukan oleh partai lain.

"Di kubu PKS, kubu PAN, juga ada daerah-daerah yang tidak mungkin bisa mendukung. Jadi, kita sikapnya mencari rumusan yang pas, jadi bukan dikasih dispensasi," kata Andi.

Andi membantah anggapan bahwa Partai Demokrat bermain dua kaki. Menurut dia, Partai Demokrat hanya memberikan perlakuan khusus di daerah yang bukan lumbung suara Prabowo-Sandiaga.

"Kalau namanya pengkhianatan dari kita adalah kalau di basis Pak Prabowo kita tidak dukung dia. Itu baru pengkhianatan. Kita ada kebutuhan caleg juga, jadi flexible movement," ujarnya.

Meski secara kelembagaan mendukung Prabowo-Sandi, DPP Partai Demokrat sepertinya menyadari bahwa dukungan di sejumlah daerah untuk Jokowi-Ma'ruf cukup tinggi. Khusunya di wilayah Indonesia Timur seperti Papua dan Sulawesi Utara.

"Kami harus berpikir menyelamatkan partai, nanti akan ada dispensasi khusus dari pusat terhadap daerah tertentu," kata Ketua Bidang Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean di Mega Kuningan, Jakarta, Ahad (9/9).

Ferdinand mengatakan, wacana ini akan disampaikan agar raihan suara Pileg 2019  Partai Demokrat di daerah-daerah tersebut tidak jeblok. Ferdinand menjelaskan, Partai Demokrat saat ini tengah mencari formula khusus agar Partai Demokrat tidak dianggap memasang 'dua kaki'. Salah satu cara yang mungkin dilakukan yaitu dengan meminta kepada kadernya untuk tidak masuk ke dalam tim pemenangan Jokowi-Ma'ruf.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon menilai, dukungan gubernur asal Partai Demokrat kepada pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin bukan masalah besar. Karena, menurutnya, permasalahan internal Partai Demokrat akan segera diselesaikan.

"Kami menganggap ini bukan masalah besar kok," kata Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (10/9).

Menurut dia, parpol koalisi Prabowo-Sandiaga tidak berencana menggelar pertemuan khusus membahas persoalan tersebut karena masalah internal Demokrat. Dia menjelaskan, pimpinan Demokrat sudah berdiskusi dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bahwa ada lima hingga enam DPD Partai Demokrat yang mendukung Jokowi.

"Sejak awal Demokrat membuat semacam polling di tiap DPD sehingga kami hargai masing-masing mekanisme internal partai," ujarnya.

Dia menegaskan bahwa Partai Gerindra sangat yakin bahwa Partai Demokrat tetap bersama dalam koalisi pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga. Hal itu menurut dia karena setiap partai memiliki kebijakan sendiri untuk menentukan arah tujuan dalam Pilpres 2019.

Namun, dia menilai logikanya kalau ada sebuah keputusan yang diambil oleh DPP pasti sifatnya mengikat, tidak mungkin keputusannya ada pengecualian. "Termasuk kepatuhan di dalam meneruskan kebijakan partainya, jadi saya yakin ujungnya pasti akan sama-sama mendukung," tuturnya.

"Kami harus berpikir menyelamatkan partai, nanti akan ada dispensasi khusus dari pusat terhadap daerah tertentu." Ketua Bidang Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean

Baca juga:

Efek ekor jas

Direktur Eksekutif Lembaga survei Public Opinion & Policy Research (Populi) Center Usep Saiful Ahyar menilai, sikap Partai Demokrat yang memberi dispensasi kepada kader daerah mendukung pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin mencerminkan sikap keraguan terhadap Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Sebab, sikap tersebut memperlihatkan Demokrat bermain 'dua kaki'.

“Menurut saya, ini bentuk keraguan atau setengah hati Demokrat bergabung di koalisi Prabowo-Sandi,” kata Usep kepada Republika.co.id, Senin (10/9).

Usep mengamati sejak awal bergabung dengan kubu Prabowo-Sandi, ada beberapa masalah terkait Demokrat seperti Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tak dipilih sebagai cawapres. Kemudian, tuduhan mahar Wasekjen Andi Arief kepada Prabowo dan menyebutnya sebagai jenderal kardus.

Ia menerangankan hal lain yang memunculkan keraguan terkait dengan berbagai survei yang dirilis oleh lembaga-lembaga survei. Hasil survei itu menunjukkan elektabilitas Jokowi-Ma’ruf masih jauh di atas Prabowo-Sandi.

Survei juga menunjukkan coat tail effect atau efek ekor jas pun tak akan banyak berpengaruh bagi Partai Demokrat. Efek ekor jas adalah mengalirnya dukungan kepada partai dari para pendukung calon-calon pemimpin yang diusung oleh partai yang bersangkutan. Di kubu Prabowo-Sandiaga, para pendukung pasangan tersebut akan memilih Gerindra.

Menurutnya, kondisi itu membuat posisi Partai Demokrat cukup dilema. Partai Demokrat menginginkan ada power sharing sesama anggota koalisi.

Demokrat berkepentingan untuk menyelamatkan kader-kader partai di pemilihan legislatif (Pileg) 2019. “Jadi, memprioritaskan kader di Pileg yang sudah di depan mata atau Pilpres yang masih belum jelas potensi kemenangan Prabowo,” tutur dia.

Ia pun menilai, wajar Demokrat memberikan dispensasi kepada kader daerah yang ingin mendukung Jokowi-Ma’ruf pun sebagai bagian dari langkah agar kader tidak lari. “Saya melihat hasil survei Populi Center itu kader-kader pun tidak utuh mengusung Prabowo-Sandi. Ada juga ke Jokowi-Ma’ruf. Jadi fifty-fifty,” jelasnya.

Usep mengungkapkan, sikap parpol semacam ini yang menunjukkan politik 'dua kaki' juga merupakan hal yang biasa. Terlebih, Partai Demokrat bukan merupakan pengusung utama pasangan Prabowo-Sandiaga.

Pada pekan lalu, hasil survei Y-Publica menunjukkan bahwa PDI Perjuangan dan Partai Gerindra menempati posisi pertama dan kedua dipilih masyarakat. Keduanya menikmati efek ekor jas atau coat tail effect pencalonan Jokowi dan Prabowo sebagai bakal capres.

Direktur Eksekutif Y-Publica Rudi Hartono mengatakan elektabilitas PDI Perjuangan meningkat signifikan setelah pencapresan Jokowi. Begitu pula dengan Gerindra.

Rudi menilai, elektabilitas kedua partai itu naik karena figur bakal capres yang diusungnya dan kebetulan figur tersebut adalah kadernya. Dia mengatakan dalam survei terbaru Y-Publica, PDIP mendapatkan elektabilitas sebesar 27,6 persen, dan Partai Gerindra 12,4 persen.

Adapun Demokrat, berdasarkan, survei Y-Publica, malah mengalami tren penurunan elektabilitas. Kegagalan Demokrat mengusung kadernya dalam kontenstasi Pilpres 2019 dinilai menjadi penyebab.

"Demokrat tidak mampu mengajukan Agus Harimurti Yudhoyono," kata Rudi.

Let's block ads! (Why?)

from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2wYuPfJ

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Membaca Tanda-Tanda Politik 'Dua Kaki' Demokrat"

Post a Comment

Powered by Blogger.