REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Karyanto Suprih menyatakan deflasi tidak menjadi pertanda terjadi penurunan daya beli masyarakat. Deflasi pada Agustus 2018 tercatat sebesar 0,05 persen.
"Deflasi bukan karena daya beli yang menurun tapi karena harga pangan yang lebih bisa dikendalikan," kata Karyanto usai menghadiri acara "International Conference and Call for Paper" di Jakarta, Rabu (5/9).
Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik, pada Agustus 2018 menunjukkan ada deflasi sebesar 0,05 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 134,07 berdasarkan perkembangan harga berbagai komoditas. Deflasi sebesar 0,05 persen pada Agustus 2018 terutama dipengaruhi oleh penurunan harga bahan pangan, seperti telur ayam, bawang merah, daging ayam ras, serta cabai merah dan cabai rawit.
BPS mencatat telur ayam ras terjadi penurunan harga 0,06 persen di 62 kota IHK, bawang merah memberikan andil deflasi sebesar 0,05 persen di 75 kota IHK, dan tarif angkutan udara memberikan andil terhadap deflasi sebesar 0,03 persen.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kementerian Perdagangan Kasan Muhri juga menekankan bahwa komponen inti pada Agustus 2018 mengalami inflasi sebesar 0,30 persen. Hal itu terjadi kenaikan indeks dari 124,94 pada Juli 2018 menjadi 125,32 pada Agustus 2018.
"Saya melihat inflasi intinya masih naik, jadi daya belinya naik, bukan karena deflasi lalu daya beli juga turun, tetapi karena kita bisa mengendalikan harga pangan," kata Kasan.
Bank Indonesia mencatat terjadinya deflasi bersumber dari koreksi harga beberapa komoditas pangan seperti telur ayam ras, bawang merah, daging ayam ras, bayam, cabai merah, dan cabai rawit. Secara tahunan, inflasi kelompok pangan bergejolak (volatile food) tercatat 4,97 persen (yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 5,36 persen (yoy).
from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2wL9FkxBagikan Berita Ini
0 Response to "Kemendag Bantah Deflasi Pertanda Daya Beli Turun"
Post a Comment