REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Inspektur Jenderal Polisi Arief Sulistyanto mengakui, kepolisian di daerah harus bekerja ekstra dalam perannya menanggulangi kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Arief menyebutkan, sejumlah faktor menyebabkan pencegahan dan penanggulangan karhutla semakin sulit.
"Saya sudah dapat laporan dari Kapolda-kapolda, mereka kerja maksimal terutama dengan sanksi dan terkait lainhya, tapi memang kondisi alam sangat panas, ya memang harus ada kerja ekstra," ujarnya di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (23/8).
Arief yang baru menjabat sebagai Kabareskrim selama tiga hari itu mengaku belum bisa berbicara terlalu dalam terkait kasus karhutla secara spesifik. Namun, dari kebakaran yang terjadi belakangan pada sejumlah hutan di Sumatera bagian selatan dan sejumlah titik di Kalimantan, terdapat keadaan alam yang kurang mendukung.
Dari kondisi alam, kata Arief, lokasi di Sumatera dan Kalimantan yang dekat dengan garis khatulistiwa menyebabkan lokasi menjadi beriklim panas. Sehingga lebih rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan.
Sedangkan, lanjut Arief, untuk faktor manusia, penyebabnya bisa disebabkan karena kelalaian dan kesengajaan. Dalam hal ini, bila kelalaian dan kesengajaan itu mengandung unsur pidana, Reserse Kriminal Polri memiliki kewenangan untuk mengusutnya.
"Kita lihat kesengajaan untuk apa, bisa kadang buka lahan, ada di satu areal itu, di satu wilayah misalnya," ucap Arief.
Sengaja pun, kata Arief belum tentu bisa langsung dipidanakan. Pasalnya, kata dia, terdapat undang-undang yang memperbolehkan manusia membuka lahan. "Ini problemnya ada penjelasan di undang-undang itu, boleh membuka seluas dua hektar. Ini yang selalu jadi perdebatan, tapi ini tidak otomatis. Satu orang dua hektar tapi dampaknya bisa merambat kemana mana, ini problem yang kita atasi bersama," katanya.
Baca juga: Soal Putusan Kasus Karhutla, Jokowi Ajukan Kasasi
Sehingga, Arief pun menyatakan polisi harus benar benar jeli dalam melakukan penyelidikan jika terdapat suatu kasus kebakaran. Kemudian, kerja sama antar berbagai pihak seperti BMKG dan pemerintah setempat pun mutlak diperlukan.
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan jumlah titik panas (hotspot) mengalami peningkatan seiring semakin meluasnya pengaruh musim kemarau di sejumlah wilayah di Indonesia. Wilayah dengan titik panas terbanyak tercatat di Kalimantan Barat sebanyak 798 titik.
"Kalimantan Tengah ada 226 titik, Jambi 19 titik dan Sumatera Selatan 13 titik," kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (23/8).
Dwikorita mengungkapkan, informasi titik panas tersebut disusun oleh LAPAN, berdasarkan citra satelit Terra dan Aqua. Peningkatan jumlah hotspot tersebut, menurut Dwikorita, karena kondisi atmosfer dan cuaca yang relatif kering sehingga mengakibatkan tanaman menjadi mudah terbakar. Kondisi tersebut diperparah dengan maraknya pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertanian dengan cara membakar.
from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2LlOTgnBagikan Berita Ini
0 Response to "Kabareskrim: Harus Ada Kerja Ekstra Tangani Karhutla"
Post a Comment